Kawin Siri Pro dan Kontra

Thursday, March 25, 2010

Ria - Kansas, USA

Poligami apalagi Poliandri dilarang di Amerika. Pernikahan orang Mormon menjadi topic yang menghebohkan, Lebih dari setahun komunitas mormon yang cinta damai terusik oleh kuntitan para paparazzi yang hendak meliput berita mereka. Beberapa orang Mormon dikenakan sanksi penjara karena memiliki banyak isteri.

Indonesia kabarnya sedang mengusung peraturan mengenai kawin siri. Banyak pro dan kontra mengenai undang-undang hukum siri. Saya sering mendengar kalimat-kalimat negative dari teman dan kenalan saya yang non-islam yang menghujat dan mengatakan:”Ah, laki-laki Islam tukang kawin”. “Jangan mau kawin sama laki-laki Islam, nanti dimadu” dan sebagainya. Di artikel ini saya mencoba membahas apa sebenarnya kawin siri dan mengapa saya tidak setuju setelah menganalisanya.

Perkawinan menurut Islam adalah akad yang sangat kuat atau miitsaaqan gholiidhan untuk menaati perintah Allah. Bagi yang melaksanakannya merupakan ibadah, karena bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Menurut pasal 1 Undang-undang no.1 tahun 1974 tentang perkawinan “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga {rumah tangga}yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan dikatakan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya, tiap-tiap perkawinan dicatatkan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, untuk kelengkapan administrasi.

Fenomana yang terjadi di masyarakat kita adalah adanya penyalahgunaan hukum Islam dengan melakukan kawin siri dengan tujuan sebagai “ibadah”. Penyalah gunaan yang kedua adalah melakukan pernikahan siri untuk menghindari zinah, padahal hanya karena ingin memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa mengindahkan lagi ketentuan-ketentuan syariat

Pernikahan siri sendiri sering diartikan oleh masyarakat umum dengan; Pertama; pernikahan tanpa wali. Pernikahan semacam ini dilakukan secara rahasia (siri) dikarenakan pihak wali perempuan tidak setuju; atau karena menganggap absah pernikahan tanpa wali; Kedua, pernikahan yang sah secara agama namun tidak dicatatkan dalam lembaga pencatatan negara. 

Banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan sipil negara. Ada yang karena faktor biaya, alias tidak mampu membayar administrasi pencatatan; ada pula yang disebabkan karena takut ketahuan melanggar aturan yang melarang pegawai negeri nikah lebih dari satu; Adapula yang karena tidak mendapatkan restu dari isteri pertama.   

Ketiga, pernikahan yang dirahasiakan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu; misalnya karena takut mendapatkan stigma negatif dari masyarakat yang terlanjur menganggap tabu pernikahan siri atau karena pertimbangan-pertimbangan rumit yang memaksa seseorang untuk merahasiakan pernikahannya. Hal ini menjadi polemik tersendiri untuk masyarakat yang tabu akan kepastian hukum dari fenomena yang dilakukan oleh masyarakat tertentu ini.

Maka daripada itu keinginan pemerintah untuk memberikan fatwa hukum yang tegas terhadap pernikahan siri, kini telah dituangkan dalam rancangan undang-undang tentang perkawinan. RUU ini akan memperketat pernikahan siri, kawin kontrak, dan poligami. Dalam Rancangan Undang Undang yang baru, pernikahan siri merupakan pelanggaran hukum, pelakunya akan dipidanakan dengan sanksi penjara maksimal 3 bulan dan denda 5 juta rupiah.

Tidak hanya itu saja, sanksi juga berlaku bagi pihak yang mengawinkan atau yang dikawinkan secara nikah siri, poligami, maupun nikah kontrak. Setiap penghulu yang menikahkan seseorang yang bermasalah, misalnya masih terikat dalam perkawinan sebelumnya, akan dikenai sanksi pidana 1 tahun penjara. Pegawai Kantor Urusan Agama yang menikahkan mempelai tanpa syarat lengkap juga diancam denda Rp 6 juta dan 1 tahun penjara.

Pasal 143 Rancangan Undang Undang yang hanya diperuntukkan bagi pemeluk Islam ini menggariskan, setiap orang yang dengan sengaja melangsungkan perkawinan tidak di hadapan pejabat pencatat nikah dipidana dengan ancaman hukuman bervariasi, mulai dari enam bulan hingga tiga tahun dan denda mulai dari Rp6 juta hingga Rp12 juta. Selain kawin siri,draf Rancangan Undang Undang juga menyinggung kawin mutah atau kawin kontrak.

Pasal 144 menyebut, setiap orang yang melakukan perkawinan mutah dihukum penjara selama-lamanya 3 tahun dan perkawinannya batal karena hukum.P RUU itu juga mengatur soal perkawinan campur (antardua orang yang berbeda kewarganegaraan). Pasal 142 ayat 3 menyebutkan, calon suami yang berkewarga negaraan asing harus membayar uang jaminan kepada calon istri melalui bank syariah sebesar Rp500 juta.

Saya pribadi sebagai pemeluk agama Islam berada diambang kebimbangan atas undang-undang ini, pertama karena dari aspek pernikahannya, nikah siri tetap sah menurut ketentuan syariat, dan pelakunya tidak boleh dianggap melakukan tindak kemaksiyatan, sehingga berhak dijatuhi sanksi hukum. Pasal maksiat menurut saya adalah ketika orang mengerjakan perbuatan haram syariat a.ka zinah, mencaci Rasul saw. Maka orang ini berhak dijatuhi hukuman.   

Pernikahan yang tidak dicatatkan di lembaga pencatatan negara tidak boleh dianggap sebagai tindakan kriminal sehingga pelakunya berhak mendapatkan dosa dan sanksi di dunia. Pasalnya, pernikahan yang ia lakukan telah memenuhi rukun-rukun pernikahan yang digariskan oleh Allah antara lain; Adanya wali, dua orang saksi, dan ijab qabul.

Jika tiga hal ini telah dipenuhi, maka pernikahan seseorang dianggap sah secara syariat walaupun tidak dicatatkan dalam pencatatan sipil.

Namun saya menjadi tidak setuju karena pada prakteknya banyak lelaki yang melakukan kawin siri sebagai praktek perzinahan terselubung, dan banyak kawin siri dilakukan tanpa persetujuan isteri pertama. Aspek negative lainnya adalah anak yang dilahirkan dari pernikahan siri mendapat kesulitan untuk mendapatkan akte lahir dikarenakan tidak terdaftarnya pernikahan si orang tua di lembaga negara. Juga mendapat kesulitan mengurus kartu penduduk, kartu keluarga serta paspot.

Kedua, anak yang didapat dari pernikahan siri tidak berhak mendapatkan warisan karena dianggap tidak sah. Isteri juga tidak berhak mendapatkan harta gono-gini jika menghadapi perceraian. Bagaimana bisa menafkahi anaknya jika tidak mendapatkan harta dari suami sirinya.

Dan yang ketiga adalah dari segi moral, pernikahan siri hanya menguntungkan pihak laki-laki, karena pihak laki-laki terbebas dari urusan pemberian nafkah. Karena pernikahan ini tidak sah menurut negara, maka si laki-laki tidak wajib memberikan nafkah kepada isteri kedua dan anak-anaknya, sehingga walaupun si isteri siri menuntut ke pengadilan tetap akan kalah.

Maka dengan pertimbangan-pertimbangan ini, saya pribadi sangat menyetujui diberlakukannya hukum dan undang-undang mengenai pernikahan siri namun hendaknya undang-undang diatas direvisi dengan ditambahkannya amendment-amendment tentang hak waris, pernikahan dengan persetujuan isteri pertama dengan maksud untuk mendapatkan keturuna apabila isteri pertama tidak bisa mendapatkan anak, sakit sehingga tidak bisa memberikan nafkah batin kepada suami, dan sebagainya.
KOKI.DETIK.COM

0 comments:

Post a Comment